HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
WAKTU PELAKSANAAN
Hari / Tanggal : Rabu, 3 Desember 2014
Pukul : 05.30 WITA – Selesai
B.
PROFIL RUMAH POTONG HEWAN
Tempat kunjungan : Rumah Potong Hewan Negeri Mataram (Majeluk)
Alamat : Jl. Transmigrasi No.17 Majeluk,
Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat
Status Kepemilikan : Pemerintah Kota Mataram Dinas Pertanian
Kelautan dan Perikanan
C.
SEJARAH BERDIRI
Rumah Potong Hewan Majeluk merupakan
Rumah Potong Hewan tradisional yang dikelola oleh Pemerintah Kota Mataram.
Rumah Potong Hewan Majeluk tidak memiliki data tertulis tentang sejarah
berdirinya baik itu pembangunan, peresmian dan dimulai pemanfaatannya, namun
sejarah yang berkembang sekarang hanya berdasarkan cerita dari mulut ke mulut
saja dimana Rumah Potong Hewan Majeluk menurut pengakuan dari Pak Timan S.Sos
selaku pemimpin yang telah bekerja selama 30 tahun mendapatkan cerita dari para
penjagal bahwa Rumah Potong Hewan Majeluk berdiri pada tahun 1967. Rumah Potong
Hewan berdiri karena desakan warga atau banyaknya permintaan masyarakat sekitar,
sehingga pada tahun 1967 didirikanlah Rumah Potong Hewan Majeluk.
D. STRUKTUR ORGANISASI
Pemimpin : Timan, S.Sos.
Paramedis : Widya Febriyanti,
S.KH.
Kebersihan : Murkin, Yudiawan dan
Adi.
Administrasi : Ibu Karya dan Bapak
Marzuki.
E.
KEADAAN LOKASI
Pada pengamatan
di Rumah Potonga Hewan
Majeluk Kota
Mataram
terlihat bahwa
letak Rumah Potong Hewan masih belum cukup
baik sebab letaknya masih
dekat dengan kawasan pemukiman masyarakat. Tentu hal ini sangat mengganggu
keadaan masyarakat setempat.
Kebersihan dari Rumah Potong Hewan
Majeluk juga terlihat masih kurang di mana lantai-lantainya terdapat banyak
kotoran, sedangkan kebersihan dari suatu Rumah Potong Hewan harus tetap terjaga
agar daging sapi tidak terkontaminasi oleh bakteri dari kotoran-kotoran.
F.
SARANA DAN PRASARANA
Sarana dan prasarana merupakan salah
satu faktor yang mendukung tercapainya daging yang ASUH serta proses distribusi
daging yang lancar ke konsumen. Sarana yang terdapat pada Rumah Potong Hewan
Majeluk antara lain jalan menuju RPH sudah cukup bagus. Hal ini tentunya akan
berpengaruh pada proses pemotongan di RPH, baik itu sebelum maupun setelah
hewan disembelih, karena jika jalan yang dilalui untuk mengangkut hewan bagus
itu akan mengurangi tingkat kestresan dari hewan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Abustam (2009) bahwa stres pada ternak terjadi akibat perjalanan jauh
dan tidak diberi pakan. Setelah ternak disembelih atau telah menjadi karkas
saat akan dibawa ke konsumen dengan kondisi jalan yang rusak tentunya akan
memperlambat tibanya karkas ke konsumen sehingga mengurangi nilai ekonomis dari
karkas itu sendiri. Sebab pola pikir masyarakat saat ini apabila daging telah
layu maka masyarakat tentunya akan mempertimbangkan untuk membeli daging
tersebut.
Untuk sarana transportasi pada Rumah
Potong Hewan Majeluk tidak memadai karena alat transportasi seperti mobil
pengangkut ternak belum difungsikan dikarenakan surat-surat kendaraan belum
lengkap (kendaraan masih dalam keadaan baru). Kendaraan pengangkut daging yang
baik yaitu kendaraan mobil box agar daging dalam proses pendistribusian dalam
keadaan aman tidak terkontaminasi oleh bakteri dan masih dalam keadaan
higienis. Alat pengangkut daging di RPH yaitu mobil jenis Tossa. Area parkir di RPH juga sudah cukup
luas.
Sedangkan untuk prasarana seperti
listrik sudah cukup baik, walaupun ketersediaan listrik yang banyak maupun
sedikit tidak terlalu mempengaruhi proses penyembelihan. Sebab proses
pemotongan di RPH masih menggunakan cara tradisional tanpa menggunakan listrik. Akan tetapi ketersediaan listrik untuk
pencahayaan di RPH sangat penting.
Ketersediaan air pada RPH sangatlah
cukup karena memiliki banyak sumber air seperti :
Sumur bor
PDAM
Sumur biasa
Drainase
Dimana pada
drainase ini digunakan untuk penyiraman kerontokan.
Ketersediaan
air pada suatu Rumah Potong Hewan sangatlah penting untuk menjaga kebersihan
RPH itu sendiri.
G.
BANGUNAN DAN TATA LETAK
Bangunan-bangunan yang terdapat di
Rumah Potong Hewan Majeluk terdiri atas beberapa bangunan diantaranya :
Kantor
Kandang
Gudang
Ruang pelayuan (chilling)
Kandang pembantaian
Kios daging
Setiap bangunan dirancanag
sedemikian rupa untuk menghasilkan daging yang higienis serta masing-masing
bangunan dilengkapi dengan saluran limbah dan sumber air yang cukup selama
pemotongan.
Untuk tata letak dari beberapa bangunan
di Rumah Potonn Hewan Majeluk sudah cukup baik, di mana setiap bagunan di
pisahkan. Tata ruang Rumah Potong Hewan yang baik dan berkualitas biasanya
dirancang berdasarkan desain yang baik dan berada di lokasi yang tepat untuk
kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang dan menjamin fungsinya secara
normal. Begitupun dengan setiap kandang atau ruangan yang jaraknya tidak
terlalu jauh antara bangunan yang satu dengan bangunan yang lain yang nantinya
akan memudahkan pekerja dalam proses pemotongan dan efisiensi waktu.
H.
PERALATAN
Sebagai
salah satu Rumah Potong Hewan yang ada di Nusa Tenggara Barat tentunya sudah
menjadi hal yang mendasar jika Rumah Pemotongan Hewan memiliki peralatan dan
fasilitas yang cukup memadai.
Dari
beberapa peralatan yang terdapat pada Rumah Potong Hewan Majeluk tidak memadai,
bahkan banyak peralatan-peralatan yang sudah tidak bisa terpakai lagi dan hanya
menjadi barang simpanan di gudang.
I.
KARYAWAN
DAN PERUSAHAAN
Karyawan
yang bekerja di Rumah Potong Hewan Majeluk sebagian besar merupakan warga
sekitar RPH. Jumlah karyawan yang bekerja setiap harinya yaitu 7 orang karyawan
dari dinas di mana terdiri dari kepala RPH, paramedis dan pembersih.
Sebagiannya lagi jagal, dimana setiap jagal memiliki 14 orang pekerja.
Kebersihan
karyawan dari Rumah Potong Hewan Majeluk sudah cukup terjaga. Selain itu di RPH
Majeluk dilengkapi dengan sistem sanitasi untuk setiap karyawannya sehingga
daging tidak terkontaminasi oleh bakteri. Hal ini sesuai pendapat Ensminger
(1998) bahwa kontaminasi pada karkas dapat berasal dari lantai bangunan,
peralatan, air pencuci, dan pekerja yang tidak bersih. Sedangkan untuk
higienitas perusahaan sudah cukup baik karena setiap tamu yang hendak memasuki
kawasan RPH harus mendapat izin dari pengelola RPH dan mematuhi segala
peraturan yang berlaku di RPH Majeluk.
J.
PEMERIKSAAN
TERNAK SEBELUM DISEMBELIH (ANTEMORTEM)
Untuk
menghasilkan daging yang memenuhi persyaratan teknis ASUH maka selain
diperlukan fasilitas yang mendukung proses penyembelihan diperlukan tenaga
dokter untuk memeriksa kesehatan ternak yang akan disembelih, pemeriksaan
ternak sebelum pemotongan (antemortem) sangat penting untuk menjaga higienitas
daging yang dihasilkan.
Pada
Rumah Potong Hewan Majeluk setiap ternak yang akan masuk diperiksa 1 kali saja.
Yaitu, pemeriksaan antemortem di mana ternak yang akan masuk ke ruang
penyembelihan diperiksa oleh dokter hewan yang bertugas di RPH. Hal ini
dilakukan untuk menjamin bahwa ternak yang akan disembelih dalam keadaan sehat
sehingga kualitas karkas yang dihasilkan terjaga. Pada Rumah Potong Hewan
Majeluk tidak dilakukan pemeriksaan administrasi hanya saja sapi dari Sumbawa
yang memiliki surat-surat dokumen yang lengkap.
Sebelum dilakukan pemotongan hewan
terlebih dahulu diistirahatkan selama 12 jam agar sapi-sapi yang akan dipotong
tidak mengalami stress.
Sebelum
melakukan pemotongan, dokter hewan terlebih dahulu memeriksa kesehatan ternak
yang akan dipotong di mana dokter hewan mempunyai 4 keputusan / kesepakatan
yaitu :
1. Sapi boleh dipotong jika sapi dalam
keadaan sehat terbebas dari penyakit.
2. Terkena salah satu penyakit (seperti
oselesia) sapi boleh dipotong tetapi organ-organ dalam dibuang dan dilakukan
pelayuan selama 24 jam.
3. Apabila sapi baru selesai mengalami
pengobatan maka pemotongan sapi ditunda karena masih ada pengaruh antibody yang
berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia.
4. Sapi ditolak karena sapi terkena
penyakit antraks, tetanus.
K. PROSES
PEMOTONGAN
Pada Rumah
Potong Hewan Majeluk, pemotongan tidak dilakukan dengan cara tanpa pemingsannan.
Cara ini banyak dilakukan di rumah-rumah potong
tradisional, penyembelihan
dengan cara tersebut ternak direbahkan secara
paksa dengan menggunakkan tali temali yang diikatkan pada kaki-kaki ternak yang
dihubungkan dengan ring-ring besi yang tertanam pada lantai rumah dengan
menarik tali-tali tersebut hewan akan rebah. Pada penyembelihan dengan sistem
ini diperlukan waktu kurang lebih 3 menit untuk mengikat dan merobohkan ternak.
Pada saat ternak roboh akan menimbulkan rasa sakit karena ternak masih dalam
keadaan sadar.
Cara pemotongan dilakukan pada ternak
dalam keadaan posisi rebah, ternak tersebut dipotong dengan menggunakan
pisau yang tajam. Pemotongan dilakukan pada leher bagian bawah, sehingga
tenggorokan, vena yugularis dan arteri carotis terpotong. Menurut
Ressang (1962) hewan yang dipotong baru dianggap mati bila pergerakan-pergerakan
anggota tubuhnya berhenti. Oleh karena itu setelah ternak tidak bergerak lagi
leher dipotong dan kepala dipisahkan dari badan pada sendi
Occipitoatlantis. Pada pemotongan tradisional, pemotongan dilakukan pada
ternak yang masih sadar dan dengan cara seperti itu tidak selalu efektif
untuk menimbulkan kematian dengan cepat, karena kematian baru terjadi
setelah 3-4 menit. Dalam waktu tersebut merupakan penderitaan bagi
ternak, dan tidak jarang ditemukan kasus bahwa dalam waktu tersebut
ternak berontak dan bangkit setelah disembelih. Oleh karena itu
pengikatan harus benar-benar baik dan kuat. Cara penyembelihan seperti
ini dianggap kurang berperikemanusiaan.
Waktu yang diperlukan secara keseluruhan
lebih lama dibandingkan dengan cara pemotongan yang menggunakan
pemingsanan. Pada saat pemotongan diusahakan agar darah secepatnya dan
sebanyak-banyaknya keluar serta hewan tidak terlalu banyak meronta, karena hal
ini akan ada hubungannya dengan :
Warna
daging.
Kenaikan
temperatur urat daging.
pH
urat daging (setelah ternak mati).
Kecepatan
daging membusuk.
Agar darah cepat keluar
dan banyak setelah ternak disembelih kedua kaki belakang pada sendi tarsus
dikait dengan suatu kaitan dan dikerek ke atas sehingga bagian leher ada di
bawah. Keadaan seperti ini memungkinkan darah yang ada pada tubuh ternak akan
mengalir menuju ke bagian bawah yang akhirnya keluar dari tubuh.
Untuk mengetahui kelas
kualitas daging maka perlu dilakukan klasifikasi kelas daging.
Adapun klasifikasi kelas daging sebagai berikut
:
Kelas I : Daging punggung
dan paha belakang dijual seharga Rp. 100.000/kg dan
digunakan untuk membuat steak dan
bakso.
Kelas II : Paha depan dan dagimg iga dijual seharga Rp. 85.000/kg dan digunakan untuk membuat
rawon.
Kelas III : Tetetlan
biasanya dijual seharga Rp. 75.000/kg.
Sapi diistirahatkan dahulu, setelah sapi selesai diistirahatkan sapi dibawa ke
kandang penyembelihan dan disembelih, dimana proses awal penyembelihan yaitu
sapi direbahkan.
Sapi direbahkan dan dipastikan
kaki-kaki sapi sudah terikat agar pada saat pemotongan leher sapi tidak
mengamuk.
Setelah dilakukan pemotongan, kepala sapi dipisahkan dengan
badannya lalu sapi dikuliti dan diambil bagian yang dapat dikonsumsi.
L.
PEMERIKSAAN SETELAH PEMOTONGAN (POSTMORTEM)
Pemeriksaan
organ dalam seperti ginjal, limfa, hati, paru, jantung. Dalam hal ini ada keputusan
mengenai peredarannya :
1. Boleh diedarkan dengan syarat,
misalnya seperti tuberculosis. Organ dalam hewan yang mengalami tuberculosis
harus dimasak terlebih dahulu sebelum diedarkan.
2. Boleh beredar tetapi peredarannya
diawasi, hal ini apabila konsistensi, warna dan baunya sudah mulai berubah.
3. Dimusnahkan, apabila sudah jelas
menderita antraks atau tuberculosis.
M.
PELAYUAN
Pelayuan
merupakan suatu kegiatan yang diperuntukkan untuk karkas agar kualitas karkas
yang dihasilkan bagus dan persentase darah berkurang yang dimana dilakukan pada
ruang pelayuan.
Pada Rumah Pemotongan Hewan Majeluk terdapat
pula ruang pelayuan. Akan tetapi pemanfaatan ruang pelayuan di RPH Majeluk
tidak terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan oleh pola pikir masyarakat.
Sebab saat ini masyarakat dalam memilih daging melihat dari tekstur dan warna
dimana daging tersebut masih merah dan kandungan darah cukup banyak. Dan
apabila daging dimasukkan kedalam ruang chilling (pelayuan) maka daging
tentunya akan berwarna merah gelap dan sedikit kandungan darahnya. Padahal
kandungan zat gizi daging yang sudah dimasukkan lebih baik dan kandungan
mikroba sudah sedikit. Hanya apabila daging sapi yang didistribusikan ke
restaurant dan hotel-hotel mewah saja yang dilakukan dengan proses pelayuan.
N. PENDISTRIBUSIAN
Rumah Potong Hewan Majeluk setiap harinya memotong sapi
sebanyak 10-11 ekor sapi dan pada hari-hari tertentu, seperti Idul Fitri dapat
mencapai 140 ekor sapi/hari, sedangkan idul adha mencapai 60 ekor sapi/hari,
pada Maulid nabi 30/kg. Pemasaran daging dari Rumah Potong Hewan Majeluk adalah
Seluruh pasar yang ada di Kota Mataram dan juga ke Gerung. Dari hasil ini dapat
dilihat segmen pasar atau target konsumen berada pada daerah Mataram.
Dalam proses pemasaran daging tersebut diperlukan suatu
kendaraan pengangkut daging. Pada Rumah Potong Hewan Majeluk kendaraan
pengangkut daging belum dioperasionalkan karena masih dalam keadaan baru dan
belum memiliki surat-surat kendaraan yang lengkap.
O. PENGOLAHAN
LIMBAH
Limbah hasil pemotongan hewan di RPH yang berupa feses, urin,
isi rumen atau lambung, darah afkiran daging atau lemak, dan air cuciannya
dapat menjadi media pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri sehingga limbah
tersebut mudah mengalami pembusukan. Hal ini sesuai pendapat Roihatin (2007)
bahwa proses pembusukan pada limbah ternak akibat adanya kandungan NH3
dan H2S yang diatas maksimum sehingga kedua zat menimbulkan bau yang
tidak sedap.
Di Rumah Potong Hewan limbah yang dihasilkan oleh ternak
dibagi menjadi dua yaitu limbah cair dan limbah padat di mana limbah cair di
alirkan ke selokan-selokan kemudian dibuang ke sawah untuk menjadi pupuk,
sebelum di buang ke sawah limbah cair tersebut disalurkan terlebih dahulu
menuju septik tank. Dan untuk limbah padat dibuat pupuk kompos, ini berarti
limbah-limbah tersebut sudah termanfaatkan dengan baik. Di mana limbah hasil
kotoran ternak ini dijadikan pupuk organik yang dapat dimanfaatkan dan berguna
oleh masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar